BEDAH BUKU FILSAFAT PENDIDIKAN

Filsafat Pendidikan
Pengarang
 Prof. Dr. Muhmidayeli, M.Ag
Cetakan ke 2
Tebal 200 halaman
Penerbit
Penerbit CV PT Refika Aditama, Jl.Mengger Girang No.98, Bandung 40254
ISBN
978-602-8650-39-7
Tahun Penerbit 2013


 











BAB 1
MENGENAL KAWASAN FILSAFAT

A.    Pengertian dan Ruang Lingkup Filsafat
1.      Pengertian
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani Kuno yang diadopsi oleh orang Arab dengan mengalami sedikit perubahan bunyi, yaitu falsafat  dan oleh orang Indonesia disebut dengan filsafat.
Dalam bahasa Yunani istilah filsafatdikenal dengan philosopia yang berasal dari dua unsur kata, yaitu philo yang berarti cinta dan kata Sophia yang berarti kearifan, hikmah, kebijaksanaan, keputusan ataupun pengetahuan yang benar. Dengan itu filsafat secara harfiah berarti cinta akan kebenaran dan atau kebijaksanaan.
Sulit ditemukan kesepakatan para ahli mengenai makna dan hakikat filsafat, namun paling tidak dapat ditemukan pemahaman umum, bahwa aktivitas filsafat selalu selalu ditandai dengan adanya upaya berpikir kritis, sungguh-sungguh dan berhati-hati melalui sistem dan tata cara tersendiri dalam mencari dan memahami berbagai realitas dengan sedalam-dalamnya dan menyeluruh menuju suatu kesimpulan yang baik dan komprehensif.
Dapat disimpulkan, bahwa filsafat bukanlah pemikiran dan bukan pula ajaran, tetapi lebih pada aktivitas berpikir sistematis menurut alur berpikir filsafat menuju terbangunnya suatu pemikiran atau pemahaman yang tegas dan murni tentang realitas. Dan karenanya pula, maka aktivitas filsafat banyak bergerak pada wilayah proses tempuh seseorang dalam memperoleh kebenaran dan bukan pada penekanan ajaran, dogma ataupun pemikiran. Di sinilah kemudian filasafat lebih terkonsentrasi pada wilayah metodologi atau proses pelahiran suatu kebenaran.
Nilai Kebenaran suatu pemikiran filsafat selalu dilihat dari aspek bagaimana ia memperoleh kebenaran tersebut. Artinya, bahwa filsafat mengajarkan bagaimana subjeknya dapat meraih nilai kebenaran dari keseluruhan realitas menurut tata cara yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan secara menyeluruh, baik dari segi isi maupun dari cara memperolehnya.
2.      Ruang Lingkup  
Berdasarkan objek kajiannya, kajian filsafat biasanya dibagi kedalam tiga bidang permasalahan, yaitu :
1.    Metafisika
2.    Epistemologi
3.    Aksiologi
B. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Filsafat dengan karakteristiknya seperti telah dibahas di atas, menjadikan dirinya sebagai ilmu pengetahuan, kendatipun keduanya adalah dua tata cara manusia untuk memperoleh kebenaran. Bahan filsafat tidaklah sama seperti bahan-bahan yang ada pada ilmu pengetahuan. Bahan pada filsafat bersifat universal, sedangkan ilmu terbatas hanya pada bidang-bidang tertentu, sifatnya parsial. Filsafat diarahkan pada keseluruhan capaian hakikat-hakikat dalam keseluruhan kemungkinan-kemungkinan yang menunjukkan pada sesuatu yang menjadi focus kajian, sedangkan ilmu pengetahuan pun akan berbeda.
Hal lain membedakan dunia filasafat dari ilmu pengetahuan adalah aktivitasnya. Filsafat memulai kerjanya dengan langkah yang tidak memberikan kepemihakan. Seorang filsuf mestilah membebaskan diri dari berbagai penerimaan pendirian tertentu sebagai suatu yang benar. Dan di sinilah makna universalitasnya. Lain halnya dengan pengetahuan yang memiliki nilai kebenaran yang bersifat parsial, maka dalam aktivitas pencariannya, ia mesti mengabaikan aspek-aspek yang lain, kendatipun ilmuwan menyadari bahwa hubungan interdependensi antar-realitas itu tidak dapat dielakkan.
3.      Pengetahuan dan Kebenaran
John Locke (1632-1704 M), seorang filsuf Inggris, menyebutkan bahwa pengetahuan adalah bukti nyata realitas manusia dalam mengisi kehidupannya, dan karenanya mestilah pula mendapat tempat teratas dalam keseluruhannya problematika dunia filsafat. Pengetahuan pada hakikatnyaakan selalu bersifat relasional, yaitu adanya hubungan interpendensi antara subjek dan objek. Dengan mengetahui, subjek akan menjadi manunggal dengan objek. Kemanunggalan bukanlah dalam bentuk yang ekstrinsik di mana ada jarak yang membatasi hubungan keduanya. Hubungan sungguh-sungguh mendalam, sifatnya instrinsik di mana hubungannya tidak sekadar pertemuan antara subjek dan objek, tetapi benar-benar menyatu dalam suatu kesatuan yang tidak terlepaskan.
Sedangkan kebenaran secara bahasa sehari-hari selalu dipertentangkan dengan kebohongan atau dusta; Sesuatu yang memiliki celah salah, keliru dan ketidakvalidan. Dalam konteks filsafat, istilah kebenaran lebih lazim dipertentangkan dengan kekeliruan atau kekhilafan. Di antara keduanya adalah asumsi-asumsi dan atau praduga-praduga yang kendatipun berada antara benar dan keliru, namun eksistensinya selalu diperlukan untuk menghantarkan seseorang pemikir atau filsuf menuju pada titik terang yang bernilai benar dan oleh karenanya bermakna bagi terwujudnya kebenaran.
Dalam konteks kajian filsafat pengetahuan, paling tidak ada enam teori kebenaran, yaitu :
1.    Teori korespondensi;
2.    Teori konsistensi;
3.    Teori pragmatism;
4.    Teori relativisme;
5.    Teori Empirisme;
6.    Teori relijius;
C. Sistematika Berpikir Filsafat
Berpikir secara sederhana adalah upaya yang dilakukan seseorang dalam menghubungkan berbagai fakta dalam keseluruhan realitas, baik dalam bentuk ide, konsep, ataupun berbagai pengalaman indrawi kita, sehingga muncul gagasan, pikiran dan atau idea yang jelas tentang sesuatu persoalan. Bagaimana berpikir dapat menghantarkan kita pada suatu titik yang akan menjadi pengetahuan kita? Bagaimana kita dapat meyakini bahwa apa yang telah menjadi kesimpulan dan keputusan kita tempuh agar kita dapat membangun pemikiran yang benar-benar dapat meyakini kita?
Ada tiga hal yang berhubungan langsung dengan sistematika berpikir filsafat, yaitu bagaimana seseorang itu berupaya membentuk dan membangun suatu ide, pengertian dan atau konsep; bagaimana prosedur yang dapat ditempuh seseorang dalam membuat keputusan; dan bagaimana pula system yang dapat dipedomani dalam upaya penuturan dan atau pengungkapan apa yang tengah subjek pikirkan. Ketiga aktivitas ini dapat dipisahkan satu sama lainnya dalam kegiatan filsafat. Ketiga dimensi ini berkenaan langsung dengan logika. Sedemikian rupa sehingga aktivitas selalu diidentikkan secara nyata dengan bahasa.

BAB 2
PENGERTIAN, KEGUNAAN, DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT PENDIDIKAN

A.    Pengertian
Filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidah-kaidah filsafat dalam bidang pengalaman kemanusiaan yang disebut dengan pendidikan (Menurut Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany), Sedangkan menurut M. Arifin M.Ed. mengemukan, bahwa filsafat pendidikan adalah upaya memikirkan permasalahan pendidikan. Serta menurut Ali Khalil Abu al-Ainain, filsafat pendidikan adalah upaya berpikir filosofis tentang realitas kependidikan dalam segala lini, sehingga melahirkan teori-teori pendidikan yang berguna bagi kemajuan aktivitas pendidikan itu sendiri.
Dari ketiga pengertian diatas menitik beratkan filsafat dalam upaya menerapkan kaidah-kaidah berpikir filsafat dalam ragam pencarian solusi berbagai ragam problem kependidikan yang akan melahirkan pemikiran utuh tentang pendidikan yang tentunya merupakan langkah penting dalam menemukan teori-teori tentang pendidikan. Hal ini sangat penting untuk menentukan arah gerak semua aktivitas pendidikan.
B.     Kegunaan Filsafat Pendidikan
Kecenderungan pola pendidikan yang ditempuh oleh suatu lembaga ataupun suatu kelompok masyarakat sangat tergantung pada cara pandangnya dalam memandang manusia ideal, cara berada manusia dalam melakukan proses humanitas dan yang terpenting lagi cara pandangnya dalam memandang eksistensi pendidikan dalam system dan polanya memberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat untuk mengembangkan diri dan kemampuan berpikir filosofis yang diarahkan untuk menjawab berbagai persoalan kependidikan.
Jadi, filsafat pendidikan sebagai suatu upaya berpikir logis, kritis, radikal, sistematis, metodis, utuh, dan menyeluruh tentang persoalan-persoalan yang berkenaan dengan permasalahan pendidikan dan aspek-aspek penting yang terkait dengannya. Sedemikian rupa sehingga berbagai upaya edukasi yang dilakukan dalam gerak langkah proses pendidikan benar-benar berdaya guna dan berhasil guna dalam mencapai tujuan dan atau sasaran-sasaran yang telah dirumuskan. Upaya filsafat pendidikan merupakan sesuatu yang tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan proses kependidikan, baik dalam pencarian orientasi, aplikasi maupun evaluasi dan pengembangan. Pendidikan dan filsafat merupakan dua mata uang yang menyatu dalam satu unit yang mengikat.
C.    Objek dan Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
Realitas-realitas kependidikan yang menjadi objek kajian filsafat pendidikan antara lain menyangkut hal-hal yang berkenaan dengan :
1.      Hakikat manusia ideal sebagai acuan pokok bagi pengembangan dan penyempurnaan.
2.      Pendidikan dan nilai-nilai yang dianut sebagai suatu landasan berpikir dan berbuat dalam tatanan hidup suatu masyarakat.
3.      Hakikat tujuan kependidikan sebagai arah bangun pengembangan pola dunia pendidikan.
4.      Hakikat pendidikan dan anak didik sebagai subjek-subjek yang terlihat langsung dalam pelaksanaan proses edukasi.
5.      Hakikat pengetahuan dan nilai sebagai aspek penting yang dikembangkan dalam aktivitas pendidikan.
6.      Hakikat kurikulum sebagai tahapan-tahapan yang akan dilalui dalam proses kependidikan menuju peraihan tujuan-tujuan.
7.      Hakikat metode dan strategi pembelajaran yang memungkinkan penumbuhkembangan potensi subjek didik.
8.      Alternatif-alternatif yang mungkin dilalui dalam pengembangan sumber daya manusia baik menyangkut prinsip-prinsip, metode maupun alat-alat pendukung peraihan tujuan.
9.      Keterkaitan dunia pendidikan dengan lembaga-lembaga lain dalam lingkup masyarakat, seperti pendidikan dan dunia politik, pendidikan dan sistem pemerintahan, pendidikan, tata hukum dan adat dalam masyarakat.
10.  Keterkaitan dunia kependidikan dengan perubahan-perubahan taraf hidup dalam masyarakat.
11.  Aliran-aliran filsafat yang tumbuh dan berkembang dalam memecahkan berbagai ragam problem kependidikan.
12.  Keterkaitan pendidikan sebagai suatu lembaga dengan ideologi yang dianut dan yang berkembang dalam suatu masyarakat.

        BAB 3
MANUSIA DAN PENDIDIKAN

A.    Hakikat dan Kedudukan Manusia di Dunia
1.      Hakikat Manusia
Jika dilihat bagaimana manusia berada di dunia selalu berkenaan dengan hokum tiga tahap, yaitu tahap estetis, etis, dan relijius. Pada tahap pertama, seseorang itu mengekspresikan dirinya dalam pengembangan aspek naluri insaniyah yang cenderung pada peraihan kesenangan dan kenikmatan yang semata-mata mengandalkan penilaian dari hasil pengamatan indrawi yang terikat pada tendensi ruang dan waktu. Pada tahap kedua manusia telah mengarahkan pola hidupnya pada upaya pencarian nilai-nilai yang baik dan yang terbaik bagi dirinya, masyarakat, dan alam semesta. Dalam konteks ini, manusia telah memosisikan dirinya sebagai pencari dan penentu nilai, sehingga ia pun hidup dengan tanggungjawab. Pada tahap ketiga (tahap relijius), manusia telah mampu melihat dengan mempertimbangkan dan memutuskan bahwa dirinya bisa berbuat atas dasar hukum-hukum Tuhan yang teratur dan abadi. Pada tahap ini, manusia menyadari bahwa ada ketentuan tetap yang telah diatur Tuhan untuk manusia, sehingga manusia dapat menentukan dan memutuskan secara arif dan bertanggung jawab hal-hal yang dihadapinya di dunia. Dalam konteks ini manusia telah menempatkan rasionya, alam jagad raya, dan Tuhan sebagai hal yang tidak bisa dipisahkan.
2.      Tugas dan Fungsi Manusia
Manusia memiliki fungsi sebagai mu’abbid, khalifah fi al-ardh, dan ‘immaraf fi al-ardh akan terjelma dalam sejauhmana manusia mampu menjelmakan sifat-sifat Ilahiah ke dalam dirinya yang akan terwujud dalam bentuk tindakan moral. Dengan demikian, moralitas adalah lambang humanitas tertinggi dan karenanya mesti senantiasa dipelihara dan diaktualisasikan dalam tindakan-tindakan senyatanya. Mengingat moralitas sarat dengan kebaikan dan kebajikan itu, meniscayakan seseorang untuk tetap teguh menjalankan semua perintah dan menjauhkan segala larangan agama. Pendeknya kepatuhan terhadap agama adalah lambang humanitas tertinggi, sehingga dapat pula dikatakan perealisasian nilai-nilai keagamaan tidak lain adalah perealisasian jati diri manusia sejati.
B. Eksistensi Pendidikan dalam Pengembangan Fitrah Manusia
1. Hakikat Pendidikan
Islam meyakini bahwa proses pendidikan mesti dilakukan bersama-sama yang dengan kesadaran masing-masing itulah tumbuh rasa tanggungjawab untuk menciptakan suasana edukasi yang benar-benar efektif dan efisien bagi pengembangan manusia. Oleh karena itu pulalah dapat dikatakan bahwa dalam melakukan kegiatan pendidikan, mestilah dengan jalinan kerja antara berbagai unsur, seperti pemerintah sebagai pengambil kebijakan, masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan, dan lembaga pendidikan sebagai pelaku pendidikan.
2. Urgensi Pendidikan Berdimensi Moral bagi Manusia
Sebagai ujung tombak bangunan peradaban manusia, pendidikan sekolah berhadapan dengan kebutuhan-kebutuhan pembangunan manusia dalam berbagai aspeknya. Pembangunan kualitas sumber daya manusia banyak bertumpu pada kualitas pendidikan sekolah. Persoalannya adalah bahwa dalam penyelenggaraannya tidaklah berdiri sendiri, karena ada banyak varian yang bergelayut di atasnya, baik dari subjek, maupun dari varian yang berada di luar dirinya. Pengendalian kesemuanya tergantung pada keikutsertaan semua pihak dalam jalinan kerjasama yang harmonis.
Kesadaran akan eksistensi pendidikan seperti inilah, maka para pakar kependidikan selalu mengadakan pembaharuan-pembaharuan di bidang pendidikan agar segala aktivitas yang dilakukan di dalamnya benar-benar dapat menjawab persoalan-persoalan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Jadi dapat dikatakan, bahwa lembaga pendidikan merupakan hal yang strategis untuk mengembangkan suatu masyarakat kea rah yang lebih baik, sehingga tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa kemajuan modernitas suatu bangsa dan Negara ditentukan oleh kualitas pendidikan. Karena posisinya yang centre of excellence dalam membangun peradaban suatu masyarakat, maka adalah suatu kemestian untuk menjadikan lembaga pendidikan sebagai lembaga rekayasa masyarakat ke arah yang lebih baik.

BAB 4
PENGETAHUAN DAN NILAI

A.    Epistemologi dan Pendidikan
Epistemologi merupakan sesuatu yang amat penting dalam pengambangan humanitas manusia. Hal ini mengingat bahwa dunia ini sarat dengan berbagai aliran dan ideology yang secara niscaya tentu berlandaskan pada bagaimana pola caranya memandang realitas, baik hakikat maupun strategi dan system yang digunakan yang kesemua ini tidak lain tentu berdasarkan pada landasan epistemology. Dari sudut pandang guru, suatu perbedaan yang paling penting yang dibuat dalam epistemology ini adalah bagaimana membedakan antara tipe-tipe pengetahuan yang berbeda-beda baik dalam hakikat maupun prosedur. Dalam bahasan ini, akan diungkap tipe-tipe pengetahuan ini dan kemudian melihat umum lagi aliran-aliran epistemology yang ada dalam filsafat.
1.    Tipe-tipe Pengetahuan
Tipe-tipe pengetahuan tersebut adalah sebagai berikut:
a.     Pengetahuan Wahyu
b.    Pengetahuan Intuitif
c.     Pengetahuan Rasional
d.    Pengetahuan Empiris
e.     Pengetahuan Otoritatif
2.    Epistemologi Idealisme tentang Pendidikan
Plato sebagai tokoh penting dalam idealism mengarahkan perhatiannya pada empat fakta utama, yaitu :
1.      Ajarannya yang berkenaan dengan jiwa dan segala unsur yang menyangkut kesemua varian personality manusia.
2.      Ajaran pokoknya tentang masyarakat.
3.      Ajaran filsafat tentang hubungan individu dan masyarakat.
4.      Pendasaran pendidikan pada hal-hal sebelumnya.
Epistemologi idealism ini meniscayakan kurikulum yang digunakan dalam pendidikan pun lebih berfokus pada isi yang secara objektif menyediakan beragam pengalaman belajar sebanyak-banyak pada subjek didik untuk mampu menggerakkan jiwanya pada ragam realitas yang akan memperkukuh cara berpikir dan analisisnya terhadap keseluruhan realitas pengalamannya. Pribadi idealism adalah pribadi yang peka terhadap realitas di sekitarnya, sehingga tidak satupun kejadian yang dilihat dan didengarnya luput dari pikirannya. Sedemikian rupa sehingga memunculkan kepribadian yang cermat dan tangkas dalam mencerna keseluruhan realitas yang terbangun dari ruang ideanya.



3. Epistemologi Realisme tentang Pendidikan
Beberapa tokoh aliran tersebut diantaranya: Aristoteles, John Amos Comenius, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, dan John Stuart Mill.
Epistemologi realism tentang pendidikan seperti dikemukakan di depan meniscayakan bahwa setiap proses pembelajaran mesti didekati dengan pendekatan induktif, bukan deduktif. Pendekatan ini baginya adalah cara yang relevan untuk menanamkan pengetahuan dan nilai ke dalam diri subjek didik. Baginya, hal ini sejalan dengan watak manusia dalam memperoleh pengetahuan yang memang bersentuhan dengan sendi-sendi dunia yang secara nyata berhubungan satu dengan yang lainnya. Relisme percaya, bahwa manusia mengenal dunia dari bagian-bagiannya yang bersifat materi teridentifikasi dalam kategori-kategori yang terukur dan nyata.
4. Epistemologi Pragmatisme tentang Pendidikan
Kaum pragmatisme meyakini bahwa pikiran manusia bersifat aktif dan berhubungan langsung dengan upaya penyelidikan dan penemuan. Menurut kaum ini, seorang anak selalu belajar secara alamiah karena memang ia adalah makhluk yang secara natural selalu ingin tahu tentang sesuatu. Ia senantiasa akan mempelajari apa pun yang ia rasakan dan atau apa yang ia pikirkan. Oleh karena itu, guru harus menghidupkan spirit inquiri ini agar tampil realitas pembelajaran. Tugas penting guru adalah menolong para subjek didiknya agar mempelajari apa yang ia rasakan dan merangsang jiwa ingin tahunya selalu tumbuh, seperti sains, sastra, sejarah, dan lain sebagainya. Kaum pragmatism meyakini bahwa subjek didik harus belajar dari keingintahuan, sementara guru merangsang keingintahuan itu tampil dalam proses inquiry.
5. Epistemologi Islam tentang Pendidikan
Pendidikan menempati posisi penting dalam pemanusiaan, tidak saja karena eksistensinya sebagai pembentukan kepribadian, tetapi juga karena berkenaan dengan misi kemanusiaan sebagai subjek yang memiliki tanggung jawab atas peradaban dan pengembangan serta pembangunan dunia seperti tercermin dalam fungsinya sebagai khalifah dan ‘immarah di muka bumi.
Mengingat pendidikan berkenaan dengan misi sedemikian, maka segala upaya kependidikan mesti pula diarahkan untuk perealisasian misi humanitas tersebut. Bahkan Islam menekankan bahwa strategi edukasi apa pun yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang hendaklah dibangun di atas nilai-nilai luhur manusia dalam kaitannya dengan dirinya, alam, dan Tuhan.
B. Nilai dan Pendidikan
Kendatipun nilai berada pada wilayah pikiran manusia, tetapi eksistensinya dibutuhkan manusia untuk menjadi standar bagi sebuah perilaku yang diinginkan. Oleh karena itu, karena pendidikan erat kaitannya dengan perubahan perilaku manusia kearah kesempurnaan dan kebaikan meniscayakan dirinya bersentuhan dengan persoalana nilai. Berikut dikemukakan hubungan pendidikan dan nilai dalam konteks aliran-aliran filsafat yang ada sebagai bahan pertimbangan dan analisis setiap pendidik dan calon pendidik untuk membangun arah dan orientasi pembelajaran yang dilakukan di sekolah.
1.      Nilai dan Pendidikan Menurut Aliran Idealisme
Plato sebagai tokoh utama idealism meyakini, bahwa nilai-nilai kebaikan dan kebijakan bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan seperti mengajarkan pengetahuan sains tetapi lebih pada pembiasaan-pembiasaan dan penyontohan-penyontohan antar individu dalam masyarakat. Oleh karenanya membangun individu yang bernilai, mestilah dengan mengikut sertakan keterlibatan secara keseluruhan aspek terkait dengan pembentukannya. Pendidikan nilai mesti dimulai dengan membangun tatanan dan system yang sarat nilai.
2.      Nilai dan Pendidikan Menurut Aliran Realisme
Berbeda dengan aliran realism relijius, kelompok realism saintifik justru mengajarkan bahwa sesuatu yang benar dan yang salah adalah produksi akal manusia dalam memahami realitas, bukan dari prinsip-prinsip penelitian ilmiah yang telah menunjukkan kemanfaatannya kepada manusia sebagai makhluk yang paling tinggi. Penyakit adalah sesuatu yang tidak diharapkan dan disukai semua orang, karena sifatnya baik. Kita mesti meningkatkan dengan ukuran meningkatnya konstitusi genetic kita dan menundukkan hal-hal yang tidak diinginkan dengan upaya meningkatkan lingkungan di mana kita hidup. Jadi, dapat dipahami bahwa nilai moral selalu muncul dari upaya penyelidikan seseorang akan nilai kebenarannya dan karenanya dapat dibuktikan secara alamiah.
3.      Nilai dan Pendidikan Menurut Aliran Pragmatisme
Pertanyaan tentang apa dasar moral kelompok pragmatis, Willian James membentangkan doktrinnya, kelompok pragmatis sesungguhnya tidak memiliki praanggapan apa pun, tidak ada dogma yang menghalangi, tidak ada aturan-aturan rigid. Orang pragmatis itu benar-benar ramah. Dia akan mengajukan hipotesis-hipotesis dia akan memperhatikan bukti-bukti. Satu-satunya pengujian kebenaran yang mungkin yang dimilikinya adalah sesuatu karya yang terbaik. Apa yang cocok dari setiap bagian kehidupan yang terbaik, dan kumpulan-kumpulan pengalaman, tak satupun yang dihilangkan. Anda lihat bagaimana demokrasinya orang pragmatis. Sikapnya beragam dan fleksibel, sumbernya kaya dan tidak akan habis dan kesimpulannya sama simpatiknya dengan kesimpulan yang sesungguhnya.
4.      Nilai dan Pendidikan dalam Islam
Dalam nilai ini, terlihat bahwa kesadaran adalah kata kunci bagi perealisasian nilai-nilai, dan oleh karena itu, maka dalam pembelajaran Islam, penanaman nilai mestilah pula dengan menumbuhkan kesadaran kepada subjek didik bahwa suatu nilai berguna bagi realitas kehidupannya, terutama dalam kaitan dirinya dengan alam dan Tuhan. Ini berarti, bahwa pendidikan erat kaitannya dengan penyadaran akan nilai-nilai, sehingga nilai-nilai kemanusiaan itu benar-benar dapat diwujudkandalam alam realitas manusia.
C. Etika dan Pendidikan
Semua guru dapat berharap bahwa subjek didiknya:
a.    Mengetahui apa yang benar dan apa yang salah;
b.    Mengetahui kenapa berbuat demikian;
c.    Memiliki ide tentang apa yang harus ia lakukan tentang hal-hal yang sudah diketahuinya.
Jika subjek didik berupaya untuk berperilaku benar, guru akan memberikan reward yang lebih atas usaha subjek didiknya.
D.    Estetika dan Pendidikan
Ketika aktivitas kependidikan dalam keseluruhan aspeknya bernilai estetis, tentu akan melahirkan suasana yang tidak menjenuhkan dan menegangkan yang akan memunculkan kecemasan-kecemasan yang tentu dan pendidikan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan begitu saja, tidak saja karena aktivitasnya yang membutuhkan nilai estetis, tetapi juga mengingat entitasnya yang memang juga akan membangun nilai-nilai estetis dalam diri subjek didik.

BAB 5
TEORI-TEORI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

A.    Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Pendidikan
Untuk melihat berbagai pandangan menyangkut pengembangan sumber daya manusia ini, maka berikut bahasan diarahkan untuk mengetengahkan berbagai pemikiran aliran-aliran filsafat yang berbicara tentang persoalan pengembangan sumber daya manusia yang pada akhirnya akan dikemukakan dialogis antar-aliran dan pemikiran, sehingga dapat memberikan gambaran utuh tentang teori-teori pengembangan yang ditawarkan secara komprehensif dan terpadu.
B.     Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Konteks Islam
Firman Allah SWT dalam al-Quran surat an-Nahl ayat 78 memberi petunjuk betapa pentingnya proses panjang untuk mengisi kemanusiaan. Ayat di atas memberikan pemahaman bahwa manusia tidak akan dapat menjadi manusia utuh yang memiliki ilmu pengetahuan yang berguna bagi kemudahan kehidupannya, jika ia belum mampu memaksimalkan fungsi instrumen-instrumen  jasmani dan ruhaninya. Hanya dengan cara demikian seseorang menjadi lebih baik dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan sebagai lambing dirinya. Hal yang sedemikian itu memerlukan pengondisian yang terarah dan tertata rapi, sehingga dua potensi manusia itu dapat membentuk pemikirannya yang selanjutnya menjadi sikap diri yang menunjuk pada jati diri manusia itu sendiri. Upaya pengaturan kondisi inilah yang disebut dengan pendidikan.
C.    Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Aliran-aliran Filsafat
Diantaranya adalah :
1.                   Idealisme;
2.                   Rasionalisme;
3.                   Realisme;
4.                   Eksistensialisme;
5.                   Eksperimentalisme
6.                   Dialog Antar-Aliran

  BAB 6
ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN

A.    Pengantar
Lahirnya aliran-aliran dalam filsafat pendidikan pun selalu didasarkan atas keinginan menciptakan manusia-manusia ideal melalui jalur pendidikan. Oleh karena itu pula berbagai pemikiran kependidikan pun akan selalu mengacu pada cara pandang seseorang atau sekelompok orang dala menilik eksistensi manusia dalam memperoleh pengalaman-pengalaman yang ada pada gilirannya akan membentuk peradaban dan kebudayaan manusia itu sendiri. Dan oleh karena itu, corak dan model yang ditawarkannya pun memiliki hubungan signifikan dengan cara pandang aliran dalam memandang realitas manusia, baik hakikat maupun eksistensinya di dunia dalam kaitannya dengan dirinya, alam, dan Tuhan.
B.     Progresivisme
1.      Progresivisme dalam Pengertian dan Sejarah
Dalam aktivitas gerakan perubahan sosial, progrevisme muncul pada tahun 1930-an. Aliran ini memperlihatkan diri melalui upaya kerjasama John L.Childs, George Counts, dan Boyd H. Bode, namun kemudian untuk beberapa waktu asosiasi pendidikan progresif ini pun terpaksa dibubarkan. Kegiatannya terlihat kembali terutama setelah bermunculan karya-karya tokoh kontemporer lainnya seperti George Axtelle, William O.Stanley, Ernest Bayles, Lawrence G. Thomas, dan Fredirick C. Neff. Oleh karena itu wajar jika kemudian banyak buku-bukufilsafat pendidikan yang menempatkan tokoh-tokohterakhir ini sebagai tokoh progrevisme.
2.      Landasan Filosofis Progresivisme
Aliran ini bersikap anti pada sikap otoritarianisme dan absolutisme dala segala bentuknya. Hal ini mengingat bahwa baginya sikap ini sangat tidak menghargai kemampuan dasar manusia yang secara natural akan selalu mampu menghadapi dan memecahkan berbagai kesulitan hidup.
Progresivisme berpendapat bahwa akal manusia bersifat aktif dan selalu ingin mencari tahu dan meneliti, sehingga ia tidak mudah menerima begitu saja suatu pandangan atau pendapat sebelum ia benar-benar membuktikan kebenarannya secar empiris. Ilmu pengetahuan lahir berdasarkan pada pembuktian-pembuktian eksperimentasi di dunia empiris.
3. Pandangan Progresivisme tentang Pendidikan
Progresivisme menempatkan pengajaran bahasa asing kuno dan modern sebagai suatu yang dibutuhkan bagi subjek didik sekolah tingkat menengah pertama, sebab hanya dengan cara demikian para subjek didik akan dapat mengenal dunia secara baik dan luas. Sedangkan pada tingkat lanjutan atas, subjek didik perlu diberikan kelompok pengetahuan logika, retorika, sastra, dan ilmu pasti; dan pengetahuan yang akan mengenalkan tokoh-tokoh besar sepanjang perjalanan sejarah dunia. Hal ini sangat dibutuhkan subjek didik untuk meningkatkan kecerdasan akal hanya dapat dicapai dengan kelompok ilmu pertama dan untuk mengenal isi hakiki dari peradaban manusia hanya dengan cara yang kedua.
C.    Perenialisme
1.      Perenialisme dalam Pengertian dan Sejarah
Dalam perjalan sejarahnya, perenialisme berkembang dalam sua sayap yang berbeda, yaitu dari golongan teologis yang ingin menegakkan supremasi ajaran agama, dan dari kelompok yang sekuler yang berpegang teguh dengan ajaran filsafat plato dan Aristoteles.
2.      Landasan Filosofis Perenialisme
Aristoteles sebagai salah satu tokoh yang menjadi rujukan aliran ini menekankan, bahwa melatih dan membiasakan diri merupakan hal yang mendasar bagi pengembangan kualitas manusia. Oleh karena itu, kesadaran disiplin mesti ditanamkan sejak dini.
3.      Pandangan Perenialisme tentang Pendidikan
Pada tingkat perguruan tinggi, aliran ini menekankan bahwa materi pembelajaran mestilah bersendikan filsafat metafisika, karena filsafat ini pada dasarnya adalah cinta intelektual dari Tuhan. Dan hanya dengan cara demikian, dunia akademi ditopang oleh sendi-sendi yang kuat dalam menghadapi realitas kehidupannya dalam masyarakat.
D.    Esensialisme
1.      Esensialisme dalam Pengertian dan Sejarah
Esensialisme pertama kali muncul sebagai reaksi atas simbolisme mutlak dan dogmatism abad pertengahan. Aliran ini beranggapan, bahwa manusia perlu kembali kepada kebudayaan lama, yaitu kebudayaan yang telah ada semenjak peradaban manusia yang pertama.
2.      Pandangan Filosofis Esensialisme
Immanuel Kant seorang tokoh idealism modern mengemukakan bahwa asas dasar tindakan moral atas hokum moral adalah apa yang disebutnya sebagai categorical-imperative, yaitu rasa kewajiban atas tugas tanpa syarat dan predikat seperti taat atau loyal terhadap suatu norma. Dalam hokum moral, setiap manusia harus melakukan sesuatu yang oleh semua orang wajib melakukannya di mana dan kapan pun, sebab kebaikan senantiasa bersifat universal.
3.      Pandangan Esensialisme tentang Pendidikan
Menurut esensialisme adalah melalui metode tradisional, yaitu mental discipline method, suatu metode yang menggunakan pendekatan psikologi pendidikan yang mengutamakan latihan-latihan berpikir logis, teratur, ajek, sistematis, menyeluruh menuju latihan penarikan kesimpulan yang baik dan komprehensif.
E.     Rekonstruksionisme
1.      Rekonstruksionalisme dalam Pengertian dan Sejarah
Aliran ini pada prinsipnya sependapat dengan aliran perenialisme dalam mengungkap krisis  kebudayaan modern. Menurut Syam, kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang kebudayaannya terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran. Bila aliran perenialisme memilih cara dan jalan pemecahan masalah dengan kembali kepada budaya abad pertengahan, maka rekonstruksionisme berupaya membina suatu consensus yang paling luas dan paling mungkin tentang tujuan pertama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.
2.      Landasan Filosofis Rekonstruksionisme
Aliran ini juga berpendapat bahwa dasar suatu kebenaran dapat dibuktikan dengan self-evidenve, yakni bukti yang ada pada dirinya sendiri, realitas dan eksistensinya. Pemahamannya bahwa pengetahuan yang benar buktinya ada di dalam pengetahuan itu sendiri, kajian tentang kebenaran itu, diperlukan suatu pemikiran dan metode yang diperlukan untuk menuntut agar sampai pada pemikiran yang hakiki.
3.      Pandangan Rekonstruksionisme tentang Pendidikan
Aliran ini yakin bahwa pendidikan tidak lain adalah tanggung jawab sosial. Hal ini mengingat eksistensi pendidikan dalam keseluruhan realitasnya diarahkan untuk pengembangan dan atau perubahan masyarakat. Rekonstruksionisme tidak saja berkonsentrasi tentang hal-hal yang berkenaan dengan hakikat manusia, tetapi juga terhadap teori belajar yang dikaitkan dengan pembentukan kepribadian subjek didik yang berorientasi pada masa depan.
F.     Dialog Antar-Aliran
Berbagai pemikiran yang ditampilkan oleh masing-masing aliran filsafat di atas bangunan epistemology masing-masing. Dengan demikian mereka akan memiliki kemandirian dalam pengambilan sikap berdasarkan cara-cara yang logis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Berbagai ragam ilmu pengetahuan dan teknologi adalah bukti nyata bagi fungsionalitas kemampuan manusia dalam memecahkan problem-problem kehidupannya, dan sekaligus akan menjadi modal bagi pengembangan kearah pengetahuan dan teknologi baru yang adalah juga akan menjadi langkah kemajuan-kemajuan selanjutnya tanpa henti.

BAB 7
PENDIDIKAN DAN POLITIK NEGARA

A.    Posisi Lembaga Pendidikan dalam Sistem Politik Negara
Ketertundukkan institusi pendidikan pada system politik meliputi beberapa hal, yakni :
1.    Sebagai agen utama untuk sosialisasi politik bagi generasi muda dalam pengembangan politik suatu Negara.
2.    Sebagai agen yang menentukan bagi ketersediaan pelaku politik.
3.    Sebagai pemasok utama bagi penumbuhkembangan integrasi politik dan kesadaran politik.
4.    Sebagai agen bagi pengembangan ideologi politik kelompok yang berkuasa dan atau pemilik wewenang.
5.    Sebagai agen aktivitas aktualisasi misi dan visi suatu golongan atau lebih yang berada pada level dominasi.
B.     Dialektika Sistem Politik dan Ideologi Pendidikan Suatu Bangsa
Pengaruh system politik dalam pendidikan, sangat potensial dalam membangun corak dan model pengembangan system. Dengan kata lain, hubungan antara dua institusi sosial ini saling memberikan pengaruh. Tipe system politik merupakan hal yang penting dalam menentukan hakikat proses sekolah. Perbedaan-perbedaan dalam pendidikan umpamanya, antara rezim kapitalis dan sosialis, negeri-negeri yang sedang berkembang dan terbelakang dan masyarakat pedesaan atau perkotaan, pada dasarnya merupakan pengaruh dari system politik yang ada dalam negeri mereka.
Apa pun yang dilakukan oleh dunia pendidikan selalu merujuk pada tatanan yang dibangun oleh dunia politik pendidikan melalui putusan-putusan politik yang dibangun oleh dunia politik melalui putusan-putusan politik yang terjelma dalam rumusan undang-undang pendidikan. Rumusan-rumusan ini dalam banyak variannya sangat tergantung pada system berpikir dan tata kerja orang-orang yang bergabung di dalam memikirkan dunia pendidikan ke depan.
4.      KESIMPULAN
Filsafat bukanlah pemikiran dan bukan pula ajaran, tetapi lebih pada aktivitas berpikir sistematis menurut alur berpikir filsafat menuju terbangunnya suatu pemikiran atau pemahaman yang tegas dan murni tentang realitas. Dan karenanya pula, maka aktivitas filsafat banyak bergerak pada wilayah proses tempuh seseorang dalam memperoleh kebenaran dan bukan pada penekanan ajaran, dogma ataupun pemikiran. Di sinilah kemudian filasafat lebih terkonsentrasi pada wilayah metodologi atau proses pelahiran suatu kebenaran.
Nilai Kebenaran suatu pemikiran filsafat selalu dilihat dari aspek bagaimana ia memperoleh kebenaran tersebut. Artinya, bahwa filsafat mengajarkan bagaimana subjeknya dapat meraih nilai kebenaran dari keseluruhan realitas menurut tata cara yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan secara menyeluruh, baik dari segi isi maupun dari cara memperolehnya.
Kecenderungan pola pendidikan yang ditempuh oleh suatu lembaga ataupun suatu kelompok masyarakat sangat tergantung pada cara pandangnya dalam memandang manusia ideal, cara berada manusia dalam melakukan proses humanitas dan yang terpenting lagi cara pandangnya dalam memandang eksistensi pendidikan dalam system dan polanya memberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat untuk mengembangkan diri dan kemampuan berpikir filosofis yang diarahkan untuk menjawab berbagai persoalan kependidikan.
Lahirnya aliran-aliran dalam filsafat pendidikan pun selalu didasarkan atas keinginan menciptakan manusia-manusia ideal melalui jalur pendidikan. Oleh karena itu pula berbagai pemikiran kependidikan pun akan selalu mengacu pada cara pandang seseorang atau sekelompok orang dala menilik eksistensi manusia dalam memperoleh pengalaman-pengalaman yang ada pada gilirannya akan membentuk peradaban dan kebudayaan manusia itu sendiri. Dan oleh karena itu, corak dan model yang ditawarkannya pun memiliki hubungan signifikan dengan cara pandang aliran dalam memandang realitas manusia, baik hakikat maupun eksistensinya di dunia dalam kaitannya dengan dirinya, alam, dan Tuhan.
5.      Saran
Pendidikan adalah tugas bersama manusia dalam merealisasikan misi kemanusiaan. Oleh sebab itu pendidikan mesti diatur berdasarkan hubungan intersubjektif dan interrelasional, sehingga semua komponen benar-benar berjalan secara fungsional struktural dalam kerangka yang jelas dan terarah pada peraihan tujuan-tujuan yang diinginkan. Pendeknya pendidikan adalah usaha sadar bersama yang secara fungsional struktural melaksanakan tugas-tugasnya menuju terciptanya manusia-manusia ideal, yakni manusia yang memiliki kepribadian moralis.
Sedemikian berartinya pendidikan bagi pemanusiaan manusia, maka sudah semstinya pendidikan ditata dan dipersiapkan sebaik-baiknya sehingga cita-cita luhurnya “pemanusiaan” dapat diwujudkan. Perbaikan-perbaikan dalam kehidupan sebagai bukti nyata adanya aktivitas pendidikan akan hanya merupakan sebutan saja jika pengupayaannya tidak ditata dengan terencana, sistematis, dan terpadu.

Kebenaran secara bahasa sehari-hari selalu dipertentangkan dengan kebohongan atau dusta; Sesuatu yang memiliki celah salah, keliru dan ketidakvalidan. Dalam konteks filsafat, istilah kebenaran lebih lazim dipertentangkan dengan kekeliruan atau kekhilafan. Namun yang utama dari itu semua bagaimana pelaksanaan di kehidupan sehari-hari kita hendaknya selalu berada dalam jalur yang benar apalagi kita sebagai pendidik yang senantiasa selalu menjadi pusat perhatian dari peserta didik, sehinggan filsafat pendidikan ini harus selalu diingat dan bagaimana menjalankan dalam keseharian baik diwaktu pembelajaran maupun di luar pembelajaran.

Komentar

  1. RBC Bet - ThtopBet
    RBC is a popular betting exchange and casino. We 제왕카지노 provide top odds on sports, horse racing, rugby and rb88 all 카지노사이트 other sports. Our online casino offers sports betting,

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Spesifikasi Printer Epson L565

Cara Mudah Membuat Aplikasi Pembelajaran Berbasis Android dari Microsoft Powerpoint